artikel
ini secara sontak menghancurkan paradigma saya dalam mengartikan kata
"Peduli".. saya pribadi merasa malu dengan 'mereka' cobalah anda
tengok diri anda sendiri.. sudah lebih baikkah anda dari 'mereka'..??
atau justru lebih burukkah..??
bacalah! pahamilah! rasakanlah! semoga ada perubahan dari diri anda..!
Bocah itu menjadi pembicaraan dikampung Ketapang. Sudah tiga hari ini ia mondar-mandir keliling kampung.
Ia
menggoda anak-anak sebayanya, menggoda anak-anak remaja diatasnya,
dan bahkan orang-orang tua. Hal ini bagi orang kampung sungguh
menyebalkan.
Yah,
bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan kesana
kemari sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak
coklat menyala. Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap
dengan tetesan air dan butiran-butiran es yang melekat diplastik es
tersebut.
Pemandangan
tersebut menjadi hal biasa bila orang-orang kampung melihatnya bukan
pada bulan puasa! Tapi ini justru terjadi ditengah hari pada bulan
puasa Bulan ketika banyak orang sedang menahan lapar dan haus. Es
kelapa dan roti isi daging tentu saja menggoda orang yang melihatnya.
Pemandangan
itu semakin bertambah tidak biasa, karena kebetulan selama tiga hari
semenjak bocah itu ada, matahari dikampung itu lebih terik dari
biasanya. Luqman mendapat laporan dari orang-orang kampong mengenai
bocah itu. Mereka tidak berani melarang bocah kecil itu
menyodor-nyodorkan dan memperagakan bagaimana dengan nikmatnya ia
mencicipi es kelapa dan roti isi daging tersebut.
Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu kemudian dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan.
Setiap
dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya akan memberikan
kilatan yang menyeramkan. Membuat mundur semua orang yang akan
melarangnya.
Luqman
memutuskan akan menunggu kehadiran bocah itu. Kata orang kampung,
belakangan ini, setiap bakda zuhur, anak itu akan muncul secara
misterius. Bocah itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan
hari-hari kemarin dan akan muncul pula dengan es kelapa dan roti isi
daging yang sama juga!
Tidak
lama Luqman menunggu, bocah itu datang lagi. Benar, ia menari-nari
dengan menyeruput es kelapa itu. Tingkah bocah itu jelas membuat orang
lain menelan ludah, tanda ingin meminum es itu juga.
Luqman
pun lalu menegurnya.. Cuma,ya itu tadi,bukannya takut, bocah itu
malah mendelik hebat dan melotot, seakan-akan matanya akan keluar.
“Bismillah.. .” ucap Luqman dengan kembali mencengkeram lengan bocah
itu. Ia kuatkan mentalnya. Ia berpikir,kalau memang bocah itu bocah
jadi-jadian, ia akan korek keterangan apa maksud semua ini. Kalau
memang bocah itu “bocah beneran” pun, ia juga akan cari keterangan,
siapa dan dari mana sesungguhnya bocah itu.
Mendengar
ucapan bismillah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan
Luqman. Luqman pun menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah
itu, dan membawanya ke rumah. Gerakan Luqman diikuti dengan tatapan
penuh tanda tanya dari orang-orang yang melihatnya.
“Ada apa Tuan melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi
daging ini? Bukankah ini kepunyaan saya?” tanya bocah itu sesampainya
di rumah Luqman, seakan-akan tahu bahwa Luqman akan bertanya tentang
kelakuannya.
Matanya masih lekat menatap tajam pada Luqman.
“Maaf ya, itu karena kamu melakukannya dibulan puasa,” jawab Luqman
dengan halus,”apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga
berpuasa? Kamu bukannya ikut menahan lapar dan haus, tapi malah
menggoda orang dengan tingkahmu itu..”
Sebenarnya
Luqman masih akan mengeluarkan uneg-unegnya, mengomeli anak itu. Tapi
mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman selesai.
Ia
menatap Luqman lebih tajam lagi. “Itu kan yang kalian lakukan juga
kepada kami semua! Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini
ketimbang saya..?!
Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan pada sebelas bulan diluar bulan puasa?
Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dan melupakan kami?
Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis?
Bukankah
kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang,
sementara kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga
kematian menjemput ajal..?!
Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus?
Ketika bedug maghrib bertalu, ketika azan maghrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian…!?”
Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Luqman untuk menyela. Tiba-tiba suara bocah itu berubah.
Kalau tadinya ia berkata begitu tegas dan terdengar “sangat” menusuk, kini ia bersuara lirih, mengiba.
“Ketahuilah Tuan.., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa
berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tak ada
makanan yang bisa kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang
siang saja.
Dan
ketahuilah juga, justru Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan lah
yang menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa
mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fithri?
Bukankah
kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan yang
luar biasa bervariasi banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian
menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fithri?
Tuan..,
sebelas bulan kalian semua tertawa di saat kami menangis, bahkan pada
bulan Ramadhan pun hanya ada kepedulian yang seadanya pula.
Tuan..,
kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami, dua
belas bulan tanpa terkecuali termasuk di bulan ramadhan ini.
Apa yang telah saya lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang kecil seperti kami…!
Tuan.., sadarkah Tuan akan ketidak abadian harta? Lalu kenapakah kalian masih saja mendekap harta secara berlebih?
Tuan..,
sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan orang-orang sekeliling Tuan
tertawa sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat?
Bahkan,
berlebihannya Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan bukan hanya
pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat.. Tahukah Tuan
akan adanya azab Tuhan yang akan menimpa?
Tuan..,
jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi. Tuan…, jangan
merasa perut kan tetap kenyang lantaran masih tersimpan pangan ‘tuk
setahun, jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah menyatu dengan
bumi kelak….”
Wuahh…,
entahlah apa yang ada di kepala dan hati Luqman. Kalimat demi kalimat
meluncur deras dari mulut bocah kecil itu tanpa bisa dihentikan.
Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah tersebut adalah benar adanya!
Hal ini menambah keyakinan Luqman, bahwa bocah ini bukanlah bocah sembarangan.
Setelah
berkata pedas dan tajam seperti itu, bocah itu pergi begitu saja
meninggalkan Luqman yang dibuatnya terbengong-bengong.
Di kejauhan, Luqman melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi.
Begitu
sadar, Luqman berlari mengejar ke luar rumah hingga ke tepian jalan
raya kampung Ketapang. Ia edarkan pandangan ke seluruh sudut yang bisa
dilihatnya, tapi ia tidak menemukan bocah itu. Di tengah deru nafasnya
yang memburu, ia tanya semua orang di ujung jalan, tapi semuanya
menggeleng bingung.
Bahkan, orang-orang yang menunggu penasaran didepan rumahnya pun mengaku tidak melihat bocah itu keluar dari rumah Luqman!
Bocah itu benar-benar misterius! Dan sekarang ia malah menghilang!
Luqman
tidak mau main-main. Segera ia putar langkah, balik ke rumah. Ia
ambil sajadah, sujud dan bersyukur. Meski peristiwa tadi irrasional,
tidak masuk akal, tapi ia mau meyakini bagian yang masuk akal saja.
Bahwa memang betul adanya apa yang dikatakan bocah misterius tadi.
Bocah
tadi memberikan pelajaran yang berharga, betapa kita sering melupakan
orang yang seharusnya kita ingat.. Yaitu mereka yang tidak
berpakaian, mereka yang kelaparan, dan mereka yang tidak memiliki
penghidupan yang layak.
Bocah
tadi juga memberikan Luqman pelajaran bahwa seharusnya mereka yang
sedang berada diatas, yang sedang mendapatkan karunia Allah, jangan
sekali-kali menggoda orang kecil, orang bawah, dengan berjalan
membusungkan dada dan mempertontonkan kemewahan yang berlebihan.
Marilah
berpikir tentang dampak sosial yang akan terjadi bila kita terus
menjejali tontonan kemewahan, sementara yang melihatnya sedang
membungkuk menahan lapar. Luqman berterima kasih kepada Allah yang
telah memberikannya hikmah yang luar biasa. Luqman tidak mau menjadi
bagian yang Allah sebut mati mata hatinya.
Sekarang
yang ada dipikirannya sekarang , entah mau dipercaya orang atau
tidak, ia akan mengabarkan kejadian yang dialaminya bersama bocah itu
sekaligus menjelaskan hikmah kehadiran bocah tadi kepada semua orang
yang dikenalnya, kepada sebanyak-banyaknya orang.
Kejadian bersama bocah tadi begitu berharga bagi siapa saja yang menghendaki bercahayanya hati.
Pertemuan
itu menjadi pertemuan yang terakhir. Sejak itu Luqman tidak pernah
lagi melihatnya, selama-lamanya. Luqman rindu kalimat-kalimat pedas
dan tudingan-tudingan yang memang betul adanya.
Luqman rindu akan kehadiran anak itu agar ada seseorang yang berani menunjuk hidungnya ketika ia salah.